Model bisnis ecommerce (B2B, B2C, C2C, C2B, B2G) semakin meroket di tahun 2021. Per Agustus 2020, bisnis ecommerce berhasil mencetak peningkatan transaksi sebesar 429 Triliun rupiah, jika dibandingkan dengan tahun 2019 (205,5 Triliun rupiah). Pada tahun 2020, transaksi dari sektor ini dikalkulasikan mencapai Rp 1.850 triliun atau naik 9 kali lipat dibanding transaksi e-commerce Indonesia pada 2015 yang nilainya Rp 200 triliun.
Layanan digital hadir dengan keunggulan yang sudah kita diketahui, yakni mempermudah segala sesuatu yang awalnya rumit dan membutuhkan banyak waktu. Bisnis ritel tidak luput dari internet. Bisnis ini beralih menjadi layanan digital yang kita kenal sebagai e-commerce. Konsumen bisa membeli sesuatu dalam jumlah banyak sekaligus tanpa harus melihat langsung, cukup dari komputer atau ponsel.
Laporan terbaru PPRO, perusahaan layanan pembayaran terkemuka di dunia tentang pembayaran dan perdagangan online tahun 2018, menyatakan Indonesia memiliki pertumbuhan tertinggi mencapai 78% per tahun. Negara lainnya untuk top five pertumbuhan pasar tertinggi adalah Meksiko 59%, Filipina 51%, Kolombia 45%, dan Uni Emirat Arab (UEA) 33%.
Selain pertumbuhan belanja online, laporan tersebut juga memaparkan bagaimana pertumbuhan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan pasar belanja online. Infrastruktur yang dimaksud, seperti jumlah pengguna kartu kredit, jumlah masyarakat dengan rekening bank, termasuk pertumbuhan jumlah pengguna internet dan smartphone, hingga jual beli online yang dilakukan melalui perangkat mobile.
Selain itu, dijelaskan bagaimana kondisi makro ekonomi suatu negara. Ini meliputi jumlah penduduk dengan usia di atas 15 tahun, PDB, pendapatan per kapita, hingga rata-rata pengeluaran untuk belanja online. Yang tidak kalah penting untuk diketahui adalah nilai transaksi belanja online dan porsinya terhadap total retail suatu negara, hingga pertumbuhan pada berbagai kelompok produk yang diminati.
Sangat mudah untuk tergiur dan terlibat dalam tren perdagangan elektronik ini, tapi jika Anda tidak mengetahui ilmu dasarnya, profitabilitas bisa terlewat begitu saja. Bisnis e-commerce yang sedang booming ini membutuhkan intuisi, pengetahuan tentang pasar, rencana bisnis yang solid, dan penelitian yang cermat tentang produk dan model bisnis ecommerce.
Sayangnya, banyak calon pelaku bisnis ecommerce tidak tahu cara mengatur bisnis ecommerce, juga pilihan model bisnis dan produk apa yang tersedia bagi mereka. Sebelum memulai bisnis ecommerce, Anda harus memahami tipe-tipe model bisnis ecommerce yang ada seperti di bawah ini.
1. Klasifikasi model bisnis ecommerce
- B2B ecommerce
- B2C ecommerce
- C2C ecommerce
- C2B ecommerce
- Pemerintahan/Administrasi Publik ecommerce
2. Tipe revenue model bisnis ecommerce
- Drop Shipping
- Wholesaling dan Warehousing
- Private Labeling dan Manufacturing
- White Labeling
- Subscription Ecommerce
3. Model produk revenue
- Model Produk Tunggal
- Tunggal
- Multiple Kategori
- Afiliasi
- Hibrida [Afiliasi + Kategori Tunggal]
Klasifikasi Model Bisnis Ecommerce (B2B, B2C, C2C, C2B, B2G)
Perdagangan elektronik atau ecommerce mencakup semua pasar online yang menghubungkan pembeli dan penjual. Internet digunakan untuk memproses semua transaksi elektronik. Hal pertama yang perlu dipikirkan adalah jenis transaksi bisnis yang akan Anda lakukan. Ketika Anda ingin menjalani bisnis ecommerce, siapa target pasar Anda? Apakah bisnis Anda B2B, B2C, C2C, atau C2B?
Apakah Anda sudah memiliki ide untuk jenis bisnis e-commerce yang Anda inginkan? Apakah Anda familiar dengan akronim-akronim tersebut ? Mari kita pelajari model-model paling umum yang terjadi di perdagangan online.
B2B eCommerce
Model B2B fokus pada penyediaan produk dari satu bisnis ke bisnis lainnya. Meskipun banyak bisnis ecommerce di area ini adalah penyedia jasa/layanan, Anda juga akan menemukan perusahaan software, perusahaan supplier dan pemasok perabot kantor, perusahaan hosting, dan berbagai model bisnis ecommerce lainnya dari sektor ini.
Contoh e-commerce B2B (business to business) Indonesia yang mungkin Anda kenal adalah Ralali.com, IndoTrading.com, Kawan Lama, Electronic City, Indonetwork, dan Mbiz. Bisnis tersebut memiliki platform ecommerce yang khusus menyasar perusahaan dan bekerja dalam lingkungan tertutup. Di Indonesia, model bisnis ecommerce B2B belum tergarap maksimal oleh para pelaku bisnis. Salah satu startup tanah air yang sukses membidik peluang pasar ini adalah MBiz, anak usaha Grup Lippo.MBiz didirikan Juli 2015 fokus pada e-procurement khusus B2B dan B2G.
“Kami menyediakan solusi pengadaan barang dan jasa yang terintegrasi berbasis web bagi kalangan perusahaan dan institusi pemerintahan mulai dari produk teknologi, peralatan kantor, perlengkapan industri, hingga barang-barang ritel,” kata Ryn Hermawan, COO dan Co Founder MBiz.co.id.
Hermawan menjelaskan, dengan layanan total solusi yang ditawarkan MBiz, klien korporasi bisa langsung mengakses ke vendor-vendor yang terdaftar di MBiz dan melakukan proses bidding. Konsep e-commerce multi vendor berbasis web ini memungkinkan klien melakukan e-procurement kapan saja dan dimana saja sesuai dengan SOP masing-masing. Saat ini dengan layanan-layanan yang diberikan, MBiz berhasil membukukan net merchandise value sebesar Rp 1,3 triliun dengan nilai rata-rata kontrak transaksi Rp 312 juta.
"Customer di Indonesia sudah lebih dulu terbiasa dengan layanan e-commerce B2C, mereka memahami kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan. Ketika kami hadir dengan platform e-commerce B2B maka mereka tidak perlu waktu lama untuk memahaminya," imbuh Ryn. B2B adalah pangsa pasar yang belum tersentuh di Indonesia, sehingga peluangnya masih sangat besar. Namun, tantangannya juga tidak sedikit.
B2B e-commerce Survey Preview from Prayogo Ryza Sulistiyo
Untuk pemaparan yang lebih detail, silakan unduh laporan riset bertajuk “A Study of B2B Commerce Services in Indonesia 2018″ yang digagas oleh DailySocial bersama Jakpat Mobile Survey Platform, secara gratis di sini. Beberapa poin yang dibahas dalam laporan tersebut:
- Potensi pangsa pasar B2B di Indonesia, melihat tren pertumbuhan global.
- Pemahaman masyarakat tentang B2B commerce.
- Karakteristik dan ragam fitur B2B commerce yang telah beroperasi.
B2C eCommerce
Sektor ecommerce B2C (business to consumer) adalah model bisnis yang lazim dilakukan di pasar ecommerce. Bahkan sektor B2C adalah model bisnis yang selalu ada dipikiran orang saat mendengar kata ‘ecommerce’. Transaksi ecommerce B2C menyerupai model ritel tradisional, di mana bisnis menjual jasa/produk kepada individu, namun bisnis dijalankan dengan platform online alih-alih dengan toko fisik.
Contoh pemain ecommerce B2C di Indonesia adalah Blibli, Jd.id, dan Lazada. Namun, dari laporan DailySocial mengindikasikan adanya peleburan batas antara ecommerce B2C dan C2C yang dilihat dari penilaian reputasi. Penilaian terhadap reputasi umumnya didasarkan pada kepercayaan konsumen yang terbentuk dari beberapa faktor, diantaranya jaminan produk, kualitas layanan, hingga efektivitas sistem yang disajikan.
Dari penilaian reputasi, masing-masing memiliki angka yang cukup berimbang, Blibli dan Tokopedia mendapati angka tertinggi. Dari tabel penilaian di atas, Shopee memiliki peringkat teratas dalam urusan produk murah dan biaya pengiriman gratis.
Sedangkan JD.id menguatkan brand dengan jaminan produk jualannya asli. Meleburnya kategori C2B dan B2C juga ditengarai hadirnya “Official Store” di online marketplace –sebagai contoh brand tertentu memiliki tempat khusus di Bukalapak untuk menjual produk dari distributor resminya. Implikasinya justru menguatkan SKU produk yang dimiliki C2C, hal tersebut sekaligus tervalidasi dalam penilaian kelengkapan produk dengan persentase tertinggi didapat oleh Tokopedia.
Namun demikian, salah satu keuntungan yang dapat dioptimalkan oleh para pemain B2C ialah seputar pengalaman pelanggan. Beberapa aspek yang mulai dieksplorasi misalnya menekankan pada kualitas produk, peningkatan layanan logistik –misalnya Lazada mengakomodasi layanan eLogistics secara mandiri atau bekerja sama dengan layanan on-demand untuk one-day-delivery, opsi pembayaran yang lebih beragam –memungkinkan adanya mekanisme seperti cash-on-delivery.
C2C eCommerce
Model bisnis ecommerce ketiga adalah C2C (consumer to consumer), yang kemudian terbagi lagi menjadi dua model yaitu marketplace dan classifieds/P2P. Dalam kategori C2C e-commerce ini, konsumen individu dapat menjual maupun membeli produk dari konsumen lainnya. Bukalapak, Shopee, dan Tokopedia merupakan beberapa contoh online marketplace yang paling dikenal di Indonesia.
Selain melalui marketplace, kegiatan jual beli juga juga dapat dilakukan secara langsung antar individu, tanpa adanya termasuk dari pihak ketiga. Beberapa contoh platform dengan model bisnis ini adalah OLX, Kaskus, hingga melalui Instagram.
C2B eCommerce
Customer to business (C2B) adalah model bisnis dimana konsumen atau end-use menyediakan produk atau layanan ke perusahaan. Ini adalah model kebalikan dari B2C, di mana bisnis menghasilkan produk dan layanan untuk konsumsi konsumen. Contoh platform C2B, yakni istockphoto.com yang menjadi media bagi para fotografer individu untuk mendapatkan royalti apabila ada yang menggunakan fotonya.
Dalam model bisnis ini, individu menawarkan untuk menjual produk atau layanan kepada perusahaan yang siap membelinya. Misalnya, jika Anda adalah software developer, maka Anda dapat menunjukkan demo software atau keterampilan yang Anda miliki di situs-situs seperti freelancer, upwork, dll. Jika perusahaan menyukai software atau keterampilan Anda, maka perusahaan akan langsung membeli software langsung dari Anda, atau mempekerjakan Anda.
eCommerce Administrasi Publik/Pemerintah (B2G & C2G)
Model-model yang tercantum di atas adalah model umum yang banyak dijalankan di pasaran, tetapi ada jenis e-commerce lain yang melibatkan administrasi publik/pemerintah.
- B2G (business to government), juga disebut B2A (business to administration), adalah model bisnis yang merujuk pada bisnis yang menjual produk, layanan, atau informasi kepada pemerintah atau lembaga pemerintah.
Sistem B2G menyediakan kesempatan bagi perusahaan swasta untuk mengajukan tender pada proyek, produk pemerintah yang mungkin dibeli/dibutuhkan pemerintah untuk perusahaan mereka. Pemerintah membuka tender lewat proses e-procurement, dimana sektor publik dapat melakukan tender secara online dan transparan. Sistem e-procurement di Indonesia lebih dikenal dengan LPSE atau Service Pengadaan Dengan Elektronik. Salah satu contohnya adalah Qlue.co.id, yang menyediakan layanan CRM untuk lembaga pemerintah.
- C2G (consumer to government), juga disebut C2A (consumer to administration): adalah transaksi elektronik yang dilakukan oleh individu ke pemerintah atau administrasi publik. Contohnya, seorang konsumen dapat membayar pajak penghasilannya secara online. Transaksi tersebut adalah transaksi C2G.
Contoh dimana konsumen memberikan layanan kepada pemerintah belum banyak diimplementasikan, karena ini bukan pendekatan yang populer dan bisa dibilang sangat jarang. Contoh yang mungkin bisa terjadi adalah ketika seorang hacker menawarkan jasanya kepada pemerintah untuk pertahanan terhadap terorisme cyber.
Model Fulfillment Bisnis E-commerce
Hal terpenting berikutnya untuk di pikirkan adalah bagaimana Anda ingin menangani manajemen persediaan dan sumber produk. Beberapa orang lebih memilih untuk mengurus inventaris produk mereka sendiri, dan yang lain tidak ingin memiliki garasi yang penuh dengan barang jualan.
Dropshipping
Dropshipping adalah model e-commerce paling sederhana. Model dropshipping memberi Anda kebebasan untuk membuka toko tanpa memiliki barang di gudang, karena urusan inventaris diurus oleh supplier.
Dropshipping adalah proses ketika produk dikirim langsung dari produsen atau grosir ke customer anda. Ketika seseorang memesan dari toko online milik Anda, maka Anda mengirimkan pesanan ke pedagang grosir dan mereka langsung mengirimkannya ke pemesan. Dengan dropshipping, Anda tidak akan kelebihan stok karena anda hanya membeli stok saat pelanggan memesan.
Kekurangan dari model ini adalah Anda tidak memiliki kendali atas pengiriman dan fulfillment, dan tidak menutup kemungkinan supplier mengecewakan Anda. Jika supplier ternyata bermain di belakang Anda atau lupa memberi Anda nomor tracking, Anda harus pintar-pintar menjaga reputasi Anda.
Selain itu, karena Anda tidak menyimpan inventaris apapun, Anda tidak selalu tahu apakah stok suatu barang hampir habis. Anda bisa saja tanpa sadar menjual sesuatu yang stoknya sudah habis.
Kelebihannya adalah, jika Anda merasa supplier yang Anda pilih tidak memenuhi standar Anda, hal yang cukup mudah untuk keluar dari kontrak drop-shipping. Aset Anda sepenuhnya digital. Jauh lebih mudah untuk beralih ke bisnis ecommerce yang menggunakan drop-shipping sebagai model fulfilment dibandingkan jika Anda harus memiliki gudang yang penuh dengan produk yang telah dibuat untuk Anda.
Wholesaling dan Warehousing
Wholesaling (perdagangan grosir) dan warehousing (pergudangan) dalam bisnis e-commerce membutuhkan banyak investasi sejak awal - Anda perlu mengelola inventaris dan stok, melacak pesanan pelanggan dan informasi pengiriman, dan berinvestasi di ruang gudang itu sendiri. Dengan model ini Anda dapat membeli produk dalam jumlah besar dan menyimpannya di gudang di suatu tempat. Biasanya orang yang lebih suka model ini untuk menjual produk dalam volume besar. Orang paling sering menggunakan ini di pasar B2B sebagai kebalikan dari model B2C.
Dengan model ini, Anda bisa mendapatkan harga jual yang lebih kompetitif, karena Anda membeli dalam jumlah besar dibandingkan membeli dalam jumlah sedikit seperti model dropshipping. Jika Anda membeli dalam jumlah besar dan menjual barang secara eceran di website ecommerce langsung pada konsumen, Anda akan memiliki margin yang lebih baik dibandingkan jika Anda melakukan dropshipping.
Namun, jika Anda seperti kebanyakan orang menggunakan model ini, Anda menjual secara grosir ke bisnis yang menjual kepada konsumen, dengan mengambil margin lebih rendah agar tetap kompetitif. Dalam sebagian besar bisnis grosir, Anda perlu membuat target volume penjualan yang cukup untuk mengganti margin yang kecil. Model ini juga membutuhkan investasi awal yang tinggi untuk membeli dan menyimpan produk.
Private Label dan White Label
Private label dan white label mungkin adalah dua istilah yang paling sering disalahgunakan dan membingungkan dalam dunia ecommerce. Keduanya mengacu pada produk-produk yang di-rebranding oleh retailer, namun ada perbedaan tipis di antara keduanya. Dengan white label, produk generik dibuat oleh pabrik diperuntukkan bagi banyak retailer. Misalnya, produsen white label akan menjual sabun generik ke 10 pengecer berbeda. Setiap pengecer dapat memberi branding produk sesuai dengan keinginan mereka.
Dengan model bisnis white label, setiap retailer menjual sabun yang sama dan tanpa modifikasi. Sabun hanya diganti nama dan dipasarkan sebagai produk pengecer sendiri. Ini adalah cara cepat untuk masuk ke pasar, tetapi produk Anda akan sama dengan pengecer lainnya. Tanpa banyak memberi diferensiasi pada produk Anda, Anda harus bekerja keras untuk terlihat di pasar.
Dengan private label, produk dibuat eksklusif oleh satu retailer. Seperti contoh sabun, pengecer private label kemudian akan memiliki opsi untuk memodifikasinya agar sesuai dengan standar dan strategi branding mereka. Sabun dimodifikasi eksklusif untuk retailer tertentu, dan dilengkapi dengan logo, nama, dan identitas brand mereka. Ini akan memakan waktu lebih lama daripada model white label, tetapi itu akan membuat Anda memiliki produk yang unik untuk bisnis Anda.
Dengan memilih model white label atau private label, Anda tidak harus melakukan uji coba dan kerepotan dalam proses produksi suatu produk. Tanpa harus investasi di desain dan kreasi produk, Anda akan menghemat banyak waktu dan uang. Sehingga, Anda dapat fokus pada strategi marketing dan branding produk.
Subscription Ecommerce
Berbeda dengan model bisnis eCommerce tradisional di mana konsumen melakukan pembelian sesekali, model bisnis subscription (berlangganan) menawarkan konsumen dengan opsi untuk berlangganan produk atau layanan secara teratur. Keuntungan yang didapat pelanggan dari subscription adalah penghematan dan kenyamanan. Pelanggan cukup memesan satu kali, dan produk akan dikirimkan langsung ke mereka secara teratur, umumnya sebulan sekali.
Pelanggan mendapatkan diskon untuk berlangganan; semakin banyak mereka berlangganan atau semakin lama mereka berlangganan, semakin banyak penghematan yang mereka lakukan. Laporan McKinsey & Company menunjukkan bahwa sekitar 15% konsumen online telah mendaftar untuk satu atau lebih layanan berlangganan untuk menerima produk secara berulang, seringkali dalam rentang waktu satu bulanan. Dari laporan yang sama menyebutkan, pasar subscription ecommerce telah tumbuh lebih dari 100% per tahun selama lima tahun terakhir.
Retailer terbesar seperti Amazon menghasilkan lebih dari $2,6 miliar dalam penjualan pada 2016, naik dari $57 juta pada 2011. Didorong oleh investasi venture-capital, banyak startup meluncurkan bisnis ini dalam berbagai kategori, termasuk bir dan anggur, produk anak dan bayi, lensa kontak, kosmetik, produk feminin, perlengkapan makan, makanan hewan peliharaan, pisau cukur, pakaian dalam, pakaian wanita dan pria, video game, dan vitamin.
Tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan subscription e-commerce adalah churn. Churn adalah istilah yang digunakan saat bisnis ecommerce kehilangan konsumen. Dalam kasus subscription ecommerce, churn adalah ketika konsumen tidak berlanjut berlangganan. Model bisnis ini bergantung pada hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Perusahaan harus pintar dalam mengembangkan user experiences untuk menghindari tingkat churn yang tinggi, serta untuk mempercepat pertumbuhan dan profitabilitas.
Apa yang ingin Anda jual?
Keistimewaan dari ecommerce adalah Anda bisa menjual hampir apa saja di lini bisnis ini. Anda dapat menjual produk fisik (pakaian, sepatu, buku,dll), produk digital (ebooks, website, software, aplikasi, dll), atau jasa (layanan babysitting atau home cleaning). Mari kita lihat jenis produk apa yang saat ini sedang tren di bisnis online dan bagaimana Anda dapat masuk ke pasar tersebut.
Produk Fisik
Ini adalah komoditas yang paling umum dijual di toko ecommerce. Produk fisik (hampir semua hal yang membutuhkan packing, shipping, dan delivery) seringkali mencapai angka penjualan tertinggi. Tapi, bagaimana caranya Anda memutuskan produk mana yang akan dijual? Temukan apa yang Anda sukai. Apakah Anda suka mobil? Bagaimana kalau menjual suku cadang dan aksesori mobil? Apakah Anda suka buku? Mengapa tidak memulai toko buku online?
Bisnis online memberi Anda peluang sempurna untuk mengubah hobi Anda menjadi bisnis yang menguntungkan. Analisis segmentasi atau niche market yang Anda pilih. Ini mencakup semua aspek dari industri-industri yang kurang terjamah. Serta, cobalah untuk menganalisis pain points dari target pasar Anda. Selanjutnya, lakukan riset kata kunci (keyword research) untuk produk yang ingin Anda jual. Dengan cara ini, Anda dapat menentukan berapa banyak permintaan untuk membantu Anda merencanakan inventaris dan mengatur arus kas.
Produk Digital
Ada banyak produk digital yang dapat dikirimkan ke pelanggan online. Apakah Anda seorang desainer web, penulis konten, atau desainer grafis? Anda dapat membuat toko online di sekitar produk Hal penting lain yang harus diperhatikan adalah masalah FAQ dan aturan legal yang mencakup mekanisme pengiriman produk dan status hak cipta / intellectual property dari produk Anda.
Jasa
Jika Anda memiliki tim tukang kayu yang terampil, atau asisten rumah tangga, atau Anda adalah penata rambut yang menawarkan untuk mengunjungi rumah klien, mengapa tidak membuat website untuk menjual layanan ini secara online? Dengan demikian, Anda secara signifikan dapat meningkatkan permintaan dengan membuat bagian FAQ yang komprehensif dan bagian Legal yang merinci dengan tepat apa yang Anda tawarkan dan apa yang pelanggan harapkan.
Kesimpulan
Model Bisnis eCommerce (B2B, B2C, C2C, C2B, B2G) mana yang cocok untuk Anda? Dengan semakin besarnya kebutuhan pasar, tingkat konsumtif yang semakin meningkat, dan teknologi yang semakin maju, anda perlu bijak dalam memilih model bisnis eCommerce. Apalagi jika anda ingin mengembangkan binis anda.
Lalu bagaimana cara untuk mengembangkan bisnis setelah menemukan model bisnis yang cocok? Jawabannya mudah, dengan membuat mobile app atau website eCommerce yang bisa mengakomodir dan memudahkan semua kebutuhan konsumen anda, dan Softwareseni adalah salah satu software house yang bisa jadi pilihan terbaik bagi anda untuk membuat mobile app atau website eCommerce.
Mengapa harus Softwareseni? Softwareseni telah memiliki banyak portofolio untuk membantu para pelaku bisnis dalam mengembangkan bisnisnya melalui teknologi, sebut saja Traveloka, Seva - Internasional, sampai dengan OnMezzo. Mereka mempercayakan pengembangan bisnis mereka pada Softwareseni.
Selain itu Softwareseni juga berdedikasi untuk mendampingi anda dari awal proses pembuatan proyek sampai proses adjustment untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan goal bisnis anda. Denganlebih dari 100 staf profesional, Softwareseni siap membantu apapun kebutuhan sistem eCommerce anda.