Sebelum membahas tentang business hacks 2021, ada beberapa pertanyaan nih buat kamu. Hehehehe.
Jadi gimana bisnis kamu di 2020?
Ada kemajuan, atau malah sepi?
Ada yang bilang, 2020 memang cukup berat untuk banyak pengusaha. Alasannya macam-macam, mulai dari imbas perang dagang di 2019, perlambatan pertumbuhan ekonomi global, dan pandemi Covid-19. Sehingga, banyak pengamat yang melihat 2020 sebagai tahun yang baik untuk berinvestasi. Jadi, banyak konsumen yang menunda kegiatan konsumsi terhadap produk-produk tertentu.
Yap, sekarang sudah saatnya bangkit!
Nah, biar lebih mantap dan mendalam saat membahas tentang business hacks 2021, coba pelajari pola bisnis di masa lampau. Tidak usah jauh-jauh flashback ke belakang. Cukup dua tahun terakhir. 2018 & 2019. Kira-kira, hal apa yang paling kamu rasakan sebagai pelaku usaha?
Jawabnya dalam hati aja, jangan keras-keras serta penuh penjiwaan gitu dong jawabnya. Hehehehehe.
“BAKAR-BAKAR DUIT” ehhhh bukan. Bukan. “PROMO GEDE-GEDEAN” eehhhh bukan lagiiii. Tapi bukan! Hihihihihihi.
Jadi gini loh, dua tahun kebelakang terjadi sebuah fenomena di dunia bisnis. Kamu sadar tidak, semakin banyak pengusaha / perusahaan yang memiliki website e-commerce sendiri? Banyak yang mulai beralih dari mainstream online marketplace. Atau misalnya, banyak perusahaan besar yang “nyaris” bangkrut, semacam forever 21 & WeWork. Atau bahkan di Indonesia sendiri ada beberapa perusahaan yang hengkang dari negeri ini, yang paling menghebohkan itu Pepsi, Ford, dan Chevrolet.
Wow, ya?
Sebenarnya apa yang terjadi?
Kok banyak perusahaan besar, yang terlihat baik-baik saja ternyata cukup kewalahan menghadapi 2018 & 2019?
Era disrupsi.
Memang, sebagian orang awam melihat 2018 & 2019 sebagai tahun dimana promo-promo bertaburan. Hingga jumlah yang nyaris tidak masuk di akal sehat para pelaku usaha. Tetapi, jangan khawatir para pencari cuan, strategi bisnis seperti itu akan reda kok di tahun 2021. Tidak percaya? Hehehehe.
Eh, kok malah ngomongin promo-promo gitu, yuk balik ke era disrupsi. Kalau kamu melihat dengan kacamata helikopter, 2018 & 2019 itu sebagai tahun dimana banyak model strategi bisnis “lama” diguncang oleh strategi bisnis yang cukup “radikal.”
Nah, dipenghujung 2019, tercium nih bau-bau strategi bisnis peleburan antara metode lama & “radikal.”
Kenapa bisa begitu?
Pertama, strategi bisnis yang “radikal” itu sifatnya mengoyak strategi bisnis yang lama. Apakah sukses? Tidak juga.
Kedua, strategi bisnis lama sudah terbukti dapat menyelamatkan bisnis hingga masuk era disrupsi. Apakah lantas membuat strategi bisnis lama / konvensional jelek? Tidak juga.
Ketiga, adaptasi strategi bisnis terjadi jika pasar tidak merespon secara positif dan berkepanjangan terhadap strategi bisnis yang ditawarkan. Apakah salah? Tidak juga.
Misalnya, jika kamu melihat strategi bisnis “radikal” adalah sukses, kenapa justru 90% perusahaan startup gagal? Atau mungkin jika strategi bisnis lama / konvensional itu buruk, kenapa lebih banyak perusahaan yang bertahan dibandingkan perusahaan startup yang gagal. Adaptasi (business hacks 2021).
Ya, ketika strategi bisnis lama / konvensional tidak lagi relevan, pemilik bisnis harus segera beradaptasi. Begitu juga jika strategi bisnis “radikal” dengan segala aksi promo dan bakar-bakar duit itu sudah tidak relevan, pemilik bisnis harus segera beradaptasi. Nah, terjadilah peleburan strategi dimana strategi bisnis lama / konvensional mencoba langkah inovasi baru dengan mengadaptasi strategi bisnis “radikal", juga strategi bisnis “radikal” yang mencoba membuat bisnis stabil dengan mengadaptasi strategi bisnis lama / konvensional yang sudah teruji secara ampuh. Tahun 2021 adalah tahun dimana akan banyak strategi bisnis “ketiga” yang muncul.
Jadi gimana? Kamu sudah membuat formulasi strategi bisnis untuk tahun 2021?
Tidak Mampu Beradaptasi? (Business Hacks 2021)
Mungkin tidak semua orang siap dengan perubahan. Tetapi percayalah, ada beberapa perubahan yang secara terpaksa maupun sukarela harus dilakukan. Digitalisasi misalnya. Memang, perubahan tidak melulu tentang digitalisasi. Tetapi, jika kita melihat 5 tahun kebelakang, apa perubahan yang paling kamu rasakan? Sepertinya semua sepakat jika dunia digital adalah perubahan yang paling terasa.
Tetapi, pertanyaan yang akan muncul adalah bagaimana nasib bagi orang-orang yang tidak dapat beradaptasi akan perubahan ini?
1. Alasan Adaptasi itu penting
Hmmmm. Jadi begini loh saudara sebangsa dan setanah air, sebelum membahas secara spesifik kenapa digitalisasi itu penting, kamu perlu tahu kenapa adaptasi itu penting. Simak penjelasan berikut:
a. Ilmu pengetahuan yang terus berkembang
Pada awal periode 2000an, internet merupakan hal yang sangat eksklusif. Mahal, namun lambat. Hanya segelintir kalangan yang mampu mengakses internet. Jangan kan internet, komputer saja tidak punya. Tidak ada satu dekade, teknologi komputer dan internet sudah melekat dengan kehidupan masyarakat. Hingga, munculnya smartphone yang dianggap sebagai penemuan yang paling revolusioner pada abad ini.
Sungguh, ilmu pengetahuan yang terus berkembang dengan cepat. Dalam waktu sekejap, manusia sudah mampu menciptakan perangkat komputer yang tipis, bertenaga, dengan harga yang masuk akal. Masih ingatkah kamu, berapa harga kartu perdana kamu pada awal 2000an? Bandingkan dengan sekarang. Ya, sejauh itu perbedaannya.
Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, apakah perusahaan telekomunikasi lantas merugi karena penurunan harga kartu perdana yang bisa dibilang sangat drastis? Tentu tidak, bukan?
b. Keinginan konsumen yang terus berubah
Masih melanjutkan dengan analogi kasus dengan kartu perdana dan perusahaan telekomunikasi. Pada awal 2000 an, permintaan konsumen terhadap sms & telepon sedang tinggi-tingginya. Bahkan, cerdasnya, tiap perusahaan telekomunikasi memiliki beberapa brand yang menargetkan segmen yang berbeda.
Apakah kamu masih ingat iklan-iklan provider di televisi yang mengiming-imingi bonusan sms berlimpah dan waktu telepon yang begitu banyak dengan harga yang murah? Apakah kamu masih ingat dimana perusahaan indosat memiliki beberapa sub brand seperti mentari dan im3?
Coba lihatlah sekarang, bagaimana keinginan konsumen sudah berubah. Semua provider berlomba-lomba membuat promo paket internet yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen masa kini. Paket khusus youtube, ada. Social media, ada. Paket khusus chatting, juga ada. Tinggal pilih sesuai kebutuhan.
2. Dampak Negatif Dari Sulitnya Beradaptasi
Bagaimana nasibnya jika tidak mau beradaptasi?
a. Kehilangan pasar
Masih ingat dengan perusahaan kenamaan Nokia? Mungkin kamu yang masuk ke generasi 80 an - 90 an kenal banget sama merek ini. Kenapa sekarang namanya tidak setenar Samsung atau Apple? Padahal, pada awal 2000 an Nokia adalah merek HP yang paling populer.
Hal tersebut terjadi karena Nokia enggan beradaptasi dan cenderung meremehkan kehadiran Android & iOS. Loh apa hubungan antara Nokia dengan Android & iOS? Kan mereka berbeda. Ya, Nokia dulu memiliki sistem operasi (OS) Symbian yang pernah berjaya. Bisa dibilang sebagai generasi awal smartphone. Dengan sistem operasi symbian yang Nokia miliki, perlu diakui Nokia pernah menjadi raja hampir pada tiap segmen pasar ponsel. Ya, sekuat itu Nokia. Pada saat itu.
Sayangnya, panggung kemenangan Nokia tidak berlangsung lama. Pada akhirnya, sistem operasi kebanggaan Nokia; symbian, menghilang dari peredaran. Kenapa?Ketika Android, Blackberry, dan iOS, mulai masuk ke pasar sistem operasi mobile, Nokia menganggap “mereka” sebagai angin lalu. Nokia enggan beradaptasi. Padahal, sistem operasi milik Nokia; Symbian, sangat tidak intuitif. Pengamat menilai, Nokia enggan berinovasi karena menganggap pasar sudah terlalu “nyaman” dengan mereka. Tidak butuh waktu yang lama, dari 40% market share yang dimiliki Nokia, habis dimakan oleh pesaingnya dan hanya menyisakan kurang dari 10% market share.
Mengenaskan. Tetapi, itulah dunia bisnis. Terlambat sedikit, akan banyak pesaing yang siap melaju lebih kencang. Kata kunci dari contoh diatas adalah inovasi dan beradaptasi dengan kondisi pasar. Kini, bisnis adalah suatu hal yang mudah ditiru. Ibarat ketika hari ini kamu membuat satu-satu nya produk yang ada di pasar, dan terbukti laris, mungkin esok harinya atau lusa, akan ada orang yang berjualan produk yang sama.
Kasus tersebut bisa menjadi cerminan cerminan bahwa menjadi nomor 1 itu tidak sesulit mempertahankan nomor 1.
b. Gulung tikar (bankruptcy)
Ini yang paling bahaya. Meskipun jarang, tetapi ada. Dalam kasus Nokia, memang perusahaan tersebut tidak lantas gulung tikar. Hanya saja, sekarang nama “Nokia” akan sulit dalam mengejar kejayaan masa lalu. Bahkan, ada yang bilang seperti ini,
“Nokia suatu saat akan bangkit, namun tidak akan mencapai kejayaan yang sama untuk dua kali.”
Jahat memang. Namun, kalau kamu lihat kebelakang, dalam industri teknologi, hal ini sering sekali terjadi. Blackberry pernah lebih populer dari iPhone milik Apple, sekarang hilang entah kemana. Yahoo pernah lebih besar dari Google, sekarang Google yang jadi rajanya. Ebay pernah lebih besar dari Amazon, kini pemilik Amazon justru menjadi jajaran orang terkaya sejagad.
Inovasi memang hukum mati!
Lalu, apa contoh perusahaan yang gagal beradaptasi lalu gulung tikar? Mungkin kamu cukup familiar dengan Netflix, ya? Bagaimana dengan Blockbuster? Bisnis kedua perusahaan sama, rental CD. Tetapi, kenapa sekarang hanya netflix yang terdengar? Kemana Blockbuster?
Jadi begini kisahnya, pada tahun 1990 an, Blockbuster merupakan perusahaan rental CD terbesar di Amerika. Bahkan, Netflix saja kalah besar jika dibandingkan dengan Blockbuster. Hingga pada tahun 2010, Blockbuster mengajukan berkas perlindungan kebangkrutan. Dan pada awal tahun 2014, Blockbuster menutup 300 toko rental CD terakhir mereka. Ya, sesedih itu. Pernah berjaya, namun tak lama.
Menurut Bianca Miller Cole, selaku kontributor pada portal Forbes, Blockbuster hancur karena resistensi terhadap perkembangan teknologi. Bahkan, pada saat teknologi mulai berkembang pesat, dan internet hadir, Blockbuster enggan berinovasi. Mereka lebih percaya survei dan terbuai akan sukses yang mereka miliki. Menutup mata akan masa depan dan enggan tahu terkait kemungkinan akan perubahan perilaku konsumen, menjadi langkah awal menuju lubang kuburan mereka.
Puncaknya adalah ketika Netflix memperkenalkan layanan online rental CD. Bahkan, Blockbuster pernah berusaha menjegal langkah Netflix dengan memberikan promo berupa “gratis rental” kepada konsumen online yang mengembalikan CD ke toko offline Blockbuster. Ya, mereka memaksa konsumen untuk tetap berkunjung ke offline store. Kini, nama Blockbuster sama sekali tidak terdengar.
Jadi, gimana? Perusahaan sebesar Blockbuster saja bisa say goodbye hanya perkara ‘terlambat’ dalam melakukan inovasi. Masa iya, kamu mau ikutan? Hehehe.
Padahal, sekarang melakukan inovasi dan bertransformasi digital itu tidak sulit loh. Software House Professional siap membantu bisnis kamu untuk tetap relevan dengan perilaku konsumen masa kini. Hihihihi.
Masih belum yakin?
Data dan Fakta Business Hacks 2021
Kalau kamu masih belum yakin, mungkin data dari EY ini bisa membantu kamu.
(Sumber: EY - Tantangan Terbesar Industri Telekomunikasi)
Dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa tantangan terbesar dari industri telekomunikasi adalah tantangan disrupsi.
Kan itu telekomunikasi?
Iya memang, sampel yang dibuat adalah dari industri telekomunikasi. Coba deh, bayangkan saja, untuk masuk ke dalam pasar telekomunikasi yang notabene cukup besar “entry barrier” nya, menganggap disrupsi adalah tantangan terbesar. Apa kabar dengan industri yang memiliki “entry barrier” yang kecil?
Nah, disrupsi itu bisa kamu hadirkan dengan inovasi. Inovasi itu tidak harus berupa sesuatu yang wow super canggih kok. Kamu lihat saja Gojek, Traveloka, dan Lainnya? Apakah mereka sudah membuat sesuatu hal yang canggih? Robot berteknologi tinggi? Rasanya tidak. Perusahaan-perusahaan tersebut bermain di sistem. Mereka melakukan disrupsi sistem pemesanan yang sudah ada. Baik pemesanan taksi / ojek, ataupun pemesanan tiket pesawat.
Hal yang paling menonjol dari inovasi yang telah Gojek dkk. lakukan adalah cutting value chain. Kalau EY menyebutnya “faster time-to-market”.
(Sumber: EY - Dampak implementasi software & IT pada bisnis)
Berdasarkan dari data survei yang dilakukan EY terhadap responden yang sebagian besar berprofesi di bidang telekomunikasi, mengiyakan jika implementasi software & IT dapat mempercepat nilai produk sampai ke konsumen. Dan, pada bagian itu pula, kini banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk memangkas habis value chain bisnis mereka. Bisa saja, jika Gojek dkk tidak berinovasi, akan ada penggedor sistem lain yang bisa mengguncang pasar. Sebenarnya, apa sih yang membuat perusahaan itu sulit untuk berinovasi utamanya saat melakukan transformasi digital (business hacks 2021)?
(Sumber: EY - Hambatan saat melakukan transformasi digital)
Dari tabel tersebut, bisa kamu lihat, beban untuk meninggalkan warisan IT & beban biaya berada pada urutan pertama. Memang, melakukan transformasi digital itu bukan cuma perkara mengganti sistem lama menjadi sistem baru. Tetapi, perlu juga memperhitungkan switching cost.
Nah, disitulah perkaranya berasal. Tidak semua orang mau mempelajari sistem baru, kecuali terpaksa. Sudah begitu, tidak semua orang bisa dengan cepat beradaptasi dengan IT yang baru. Akibatnya, ada kemungkinan bukannya produktivitas meningkat, justru bisa menurun setelah transformasi digital.
Selain itu, SoftwareSeni sudah pernah membahas tentang kenapa banyak kasus perusahaan gagal dalam melakukan transformasi digital. Dan, responden dari EY pun melihat hal yang sama. Yap, tidak ada sinkronisasi antara teknologi dengan strategi bisnis perusahaan & kurangnya tenaga ahli berada diurutan ke 2. Ini yang menyebabkan transformasi digital tidak menghasilkan apa-apa. Padahal, tujuan dari transformasi digital adalah dengan untuk meningkatkan daya saing perusahaan.
Oleh karena itu, planning sebelum mengeksekusi transformasi digital bisnis harus jelas. Kenapa?
Itu karena analisis dan virtualisasi merupakan pendorong utama inovasi. Bisa bayangkan tidak, bagaimana jika perusahaan memiliki beban untuk meninggalkan warisan IT & kurang tenaga ahli? Bukan tanpa data, responden EY menyatakan jika fokus terhadap analisis merupakan elemen penting dalam inovasi.
(Sumber: EY - Innovation enabler)
IT Solution (Business Hacks 2021)
Lalu, gimana solusinya? SoftwareSeni punya beberapa solusi sebagai pertimbangan kamu (business hacks 2021).
1. Transformasi Digital
Setelah melihat fakta dimana kompetisi disrupsi itu menjadi tantangan terbesar bisnis saat ini, transformasi digital bisa dinilai sebagai langkah awal untuk selalu “stay relevant”. Namun, berkali-kali pula SoftwareSeni menjelaskan bahwa banyak perusahaan gagal dalam melakukan transformasi digital bisnis mereka.
Alasannya?
Tidak adanya langkah serius dari perusahaan untuk fokus menambah daya saing perusahaan melalui transformasi digital.
Nah, untuk menghindari hal tersebut, ada beberapa cara nih yang bisa kamu lakukan:
a. Analisis
Yap, analisis merupakan salah satu pendorong kuat perusahaan untuk berinovasi. Opini ini tentu tidak ngadi-adi. Eh, mengada-ada maksudnya. Perusahaan harus tahu benar status quo kondisi internal perusahaan. Begitu juga terkait market competitiveness bagi perusahaan. Jika perusahaan sudah memiliki data terkait kondisi perusahaan, lakukanlah peninjauan terhadap dampak, dan solusi yang bisa “merubah” keadaan. Jika ada budget lebih, bisa banget minta pendapat pihak ke 3 atau konsultan.
b. Customer-centric
Nah, disinilah banyak perusahaan yang melakukan kesalahan fatal. Dalam bertransformasi digital, teknologi adalah media pembantu guna menciptakan peningkatan produktivitas serta engagement antara perusahaan dan konsumen.
Namun, faktanya, banyak perusahaan yang masih “techno-centric”, dimana teknologi dijunjung tinggi tanpa melakukan perhitungan perihal apa yang akan konsumen dapatkan. Kamu harus tahu, belum tentu teknologi yang sekiranya menurutmu bisa meningkatkan produktivitas perusahaan, benar-benar bisa seperti itu, justru terkadang sebaliknya. Maka dari itu, perlu dilakukannya survei intensif untuk benar-benar tahu kira-kira teknologi apa yang dibutuhkan konsumen. Jangan sampai kasusnya sama seperti perusahaan Blockbuster, ya? Ehehehe.
c. Evaluasi
Kamu kira, setelah perusahaan mengimplementasikan teknologi pada bisnis, sudah otomatis perusahaan sukses mengeksekusi transformasi digital? Oh, tidak semudah itu wahai netizen. Masih jauh itu. Perusahaan perlu melakukan evaluasi berkala untuk memastikan tidak ada kesalahan fatal dalam proses implementasi teknologi. Pun, jika terjadi kesalahan atau ketidaksesuaian akan terdeteksi lebih awal, sehingga bisa mengurangi potensi kerugian yang jauh lebih masif.
Misalnya, perusahaan memutuskan membuat E-commerce guna meningkatkan jangkauan produk ke pasar. Membuat e-commerce itu tidak murah. Ternyata, setelah di evaluasi, jumlah staf yang terbatas tidak bisa melakukan manajemen sistem e-commerce dengan baik. Sehingga, yang seharusnya perusahaan dapat mengenggenjot penjualan, justru terhambat karena waktu respon dari staf perusahaan tidak bisa mengimbangi kecepatan order yang masuk. Nah, jika sudah seperti ini, mungkin e-commerce butuh disematkan teknologi otomatisasi sehingga dapat mengurangi beban kerja staf dan staff perusahaan bisa mengerjakan hal yang lain. Begitu kira-kira.
Untuk penjelasan lengkap tentang cara mengeksekusi transformasi digital bisnis yang baik dan benar, kamu bisa baca artikel Persiapkan Transformasi Digital Bisnis Mu Sekarang.
2. Otomatisasi Bisnis
Apa ini? Hihihihihi. Apakah kamu pernah mendengar istilah marketing automation? Manufacturing automation? Production automation? Business automation?
Ya, jika perusahaan sudah berhasil melakukan transformasi digital bisnis. Kini saatnya bawa ke level yang jauh lebih tinggi.
Otomatisasi.
Apa itu?
Otomatisasi merupakan bentuk dari pembuatan dan implementasi teknologi untuk mengontrol & memonitor produksi dan delivery produk baik barang ataupun jasa. Dari definisi tersebut, kamu bisa melihat bahwa teknologi akan membuat hidupmu lebih mudah. Bukan, bukan berarti kamu tidak butuh orang lain untuk membantu bisnis perusahaan. Tetapi, lebih kepada bisnis yang lebih sistematis. Bukan hanya terjadi di manufaktur saja, bahkan otomatisasi juga bisa terjadi pada manajemen.
Ada 2 manfaat dari otomatisasi bisnis:
a. Meningkatkan produktivitas
Menurutmu apa yang membuat Tokopedia jauh lebih unggul dari metode jual-beli di Kaskus? Otomatisasi. Yap, mulai dari pemesanan hingga pembayaran semua dilakukan dengan sistem. Dicatat dan diolah dalam sistem. Kamu tinggal duduk cantik dirumah. Contoh mudah nya seperti itu. Misalnya kamu memiliki E-commerce sederhana. Order masuk dan diproses secara manual, begitu juga konfirmasi pembayaran yang secara manual. Ya, jika staf kamu banyak. Tapi, masa iya semua staf dikerahkan hanya untuk melakukan konfirmasi proses yang seharusnya bisa dijalankan dengan otomatis? Berapa banyak order dan konfirmasi yang bisa ditangani dalam satu waktu? 10? Bagaimana jika 100, atau bahkan 1000? Nah, disinilah teknologi otomatisasi bekerja. Eheee.
b. Mengurangi beban waktu & biaya
Dengan meningkatnya produktivitas setelah implementasi teknologi otomatisasi dijalankan, maka akan ada dua beban perusahaan yang berkurang. Pertama yaitu waktu. Yap, waktu produksi hingga barang sampai ketangan konsumen akan berkurang. Kedua, dengan berkurangnya waktu produksi, beban biaya perusahaan juga akan berkurang. Misalnya, dalam 1 kali produksi kamu menghabiskan waktu 10 detik. Nah, setelah mengimplementasikan teknologi otomatisasi, kamu berhasil menghemat 1 detik pada proses produksi. Terlihat sedikit ya? Bagaimana jika itu adalah skala manufaktur dengan 1000 produksi dalam satu hari. Berapa banyak waktu yang dihemat? Eheee.
Semudah itu kah? Oh tentu tidak. Eheee.
Nah, kalau kamu tertarik untuk mengembangkan bisnis ke level setelah transformasi digital, bisa banget loh baca artikel Teknologi Otomatisasi di Indonesia. Ulasan lengkap tentang dunia otomatisasi bisa kamu temukan disitu.
3. Buat Kompetitor Sendiri
Hah? Gak salah? Eits tunggu dulu. Baca dulu penjelasannya. Ehee.
Pernah dengar istilah “dia lagi, dia lagi”?
Kalau belum pernah dengar, coba deh simak video ini:
Sedikit ekstrim ya contohnya. Ehe. Sudah triliunan ngomongnya. Padahal yang ingin di highlight itu bukan nominalnya. Okay, kita setuju Softbank adalah perusahaan raksasa. Tetapi, kita perlu takjub akan manuver bisnis yang mereka lakukan. Yakin tidak mau menjadi Softbank versi Indonesia? Sulit untuk menolak ya.
Yang perlu kamu pahami adalah itu semua bisa terjadi di banyak industri. Oppo vs Vivo contohnya. Mereka seakan bersaing & bertarung, padahal yang punya kedua perusahaan adalah orang yang sama. Hehehe. Kalau dulu, para pebisnis sangat berpegang teguh pada market segment. Sekarang, berbeda cerita. Karakteristik tiap market segment itu makin mirip. Sehingga, bisa dibilang batas antar segmen pasar semakin transparan.
Hal yang bisa kamu lihat adalah barang-barang mewah. Mungkin ketika kamu mendengar brand seperti Louis Vuitton (LV), Gucci, Dior, dkk, dalam pandanganmu barang-barang tersebut hanya akan dibeli oleh orang-orang dengan jetset budget. Ternyata kamu salah, pasar terbesar dari brand-brand “mahal” (mahalnya di tanda kutip soalnya bakal ada yang komen “mihil iti rilitif kik”. Eheee) adalah masyarakat ekonomi menengah.
Loh kok? Hahahahaha.
Balik ke topik tentang membuat kompetitor sendiri. Sebenarnya itu hanya frasa “berinvestasi” saja sih. Biar lebih keren gitu. Ehee. Dari kutipan video tadi kamu bisa lihat pola lucu kan? Tokopedia dan Lazada dimiliki oleh satu perusahaan. Hihihihihi. Itu strategi bisnis kakap memang. Tetapi, kamu juga boleh loh mengikutinya. Karena serius deh, 2021 itu sudah bukan jamannya brand saling menjatuhkan, tetapi brand saling beli kepemilikan satu sama lain (business hacks 2021).
Coba kamu cari di Google dengan keyword “LVMH”. Brand-brand fashion mewah sejatinya dimiliki oleh orang sama. Dia lagi, dia lagi. Hihihihi. Di Indonesia konsep ini masih jarang, tetapi bukan berarti mustahil untuk dilakukan. Mungkin kamu bisa jadi yang pertama?
Kesimpulan Business Hacks 2021
Tahun 2021, saatnya kamu mengencangkan sabuk pengaman. Kamu perlu memperhatikan beberapa hal tentang business hacks 2021 berikut. Paksaan akan transformasi digital sudah didepan mata. Ya, mungkin jika kamu masih tetap resisten terhadap perubahan, kamu perlu was-was deh. Pasalnya, sudah banyak kasus yang membuktikan bahwa menjadi seorang yang kaku akan perubahan bisa berakibat fatal pada bisnis mereka. Bukan, bukan berarti kamu harus merubah resep produk leluhur kamu. Tetapi perubahan pada bisnis proses yang selama ini kamu lakukan.
Memang, banyak orang yang salah mengartikan konsep “beradaptasi” pada perkembangan teknologi. Justru itu lah yang memicu kegagalan perusahaan dalam proses transformasi digital bisnis mereka. Fokus harusnya bukan ke “techno-centric” tetapi ke customer-centric. Yang difokuskan adalah perubahan perilaku konsumen, bukan perkembangan teknologinya. Sehingga, jika terjadi perubahan perilaku konsumen, perusahaan dapat menyesuaikan dengan teknologi yang sudah berkembang. Gimana? Mulai masuk akal ya? Eheeeee.
Nah, ada beberapa fakta yang harus kamu tahu tentang digital business 2021 (business hacks 2021).
Pertama, disrupsi merupakan tantangan terbesar perusahaan. Bukan kompetitor. Hihihihi, makannya sekarang banyak perusahaan yang berinvestasi ke kompetitor. Hingga ada istilah “dia lagi dia lagi”.
Kedua, analisis dan virtualisasi adalah dorongan utama inovasi pada perusahaan. Sehingga, semakin banyak data yang dimiliki suatu perusahaan, semakin besar pula inovasi yang akan mereka miliki. Jadi, sudah paham kan kenapa banyak investor yang rela jor-jor an investasi ke perusahaan-perusahaan rintisan? Hihihihihi.
Terakhir, inovasi yang perusahaan lakukan itu untuk mempercepat proses produk sampai ke tangan konsumen. Atau singkatnya “cutting value chain”. Netflix adalah perusahaan yang berhasil melakukannya.
Namun sayang, ada dua ganjalan terbesar perusahaan dalam melakukan inovasi. Kurangnya tenaga ahli, beban warisan IT masa lalu, hingga masalah keuangan menjadi jurang dalam perusahaan. Nampaknya, kamu harus berhati-hati dalam hal ini. Yang perlu diingat itu adalah adaptive. Kini bisnis software makin menggeliat. Pun tren 2021 akan tidak jauh-jauh dari bisnis software ini sendiri. Kamu, jangan sampai ketinggalannya! Yang jelas, jangan sampai salah pilih Software House untuk memastikan proses transformasi digital bisnis perusahaan kamu berjalan dengan baik. Dan, yang lebih penting adalah bisa meningkatkan daya saing perusahaan di pasar.
GOOD LUCK!!