Pandemi COVID-19 benar-benar sudah mengobrak-abrik tatanan ekonomi dunia yang sudah cukup “rapi”. Bayangkan saja, dalam waktu singkat, banyak sekali karyawan yang harus dirumahkan. Bukan cuma itu, pengusaha pun sampai harus putar kepala untuk memastikan bisa mempertahankan bisnis mereka. Salah satu caranya yaitu dengan bisnis online. Namun, kamu perlu ingat. Tidak semua bisnis bisa di “online” kan. Winter day, kata orang.
Mungkin, yang paling terasa adalah teman-teman hamba udara (logat Patricia Gouw). Bisa dibilang, bisnis airlines sedang apes. Banyak rute penerbangan yang ditutup, frekuensi terbang yang makin langsing, dan masih banyak hal lainnya. Fiuh.
Tentunya tidak sendiri. Mungkin, kamu, pemilik dari hotel dan villa di Bali, juga merasakan terpaan badai akibat COVID-19 ini ya?
Travel & tourism merupakan salah satu industri yang terguncang hebat. Bayangkan saja, dengan berkurangnya trafik turis domestik maupun mancanegara, tentu okupansi rate dari hotel juga berkurang. Padahal, bulan Maret hingga Lebaran mungkin merupakan periode “subur” bagi industri travel & tourism.
Gimana?
Capek ya?
Hampir semua media menyajikan konten negatif yang berkaitan dengan pandemi COVID-19 ini. Lalu, harus bagaimana? Jangan sedih, artikel ini akan membawa kamu ke pandangan lain yang jauh lebih positif tentang bisnis mu di tengah tekanan ekonomi.
Waktunya Bangkit Dengan Kolaborasi Bisnis Online!
Waduh, gimana bisa bangkit, pandeminya saja belum hilang. Baru di PHK. Uang pas-pasan. Cicilan jalan terossssss. Atau kamu adalah seorang pengusaha yang sedang mencari cara bagaimana agar bisnis bisa tetap berjalan (meskipun tersendat) di tengah wabah COVID-19 ini?
Justru ini saatnya kamu bangkit. Memang tidak mudah. Dengan segala keterbatasan dana, kesempatan, dan koneksi yang kamu punya, perlu banget usaha lebih. Tetapi, coba dipikirkan lagi. Ditengah pandemi yang merata di seluruh dunia, performa perusahaan banyak yang turun. Ini kesempatan kamu untuk terjun ke pasar.
Gimana caranya? Bisnis online.
Oh, semua orang juga tahu itu. Kalau sudah tahu. Kenapa tidak kamu mulai? Bingung caranya?
Tenang saja, simak langkah-langkahnya di bawah ini.
1. Brainstorming
Perusahaan besar biasanya dimulai dengan kolaborasi. Kecuali Warren Buffet ya! Hahahaha. Tetapi, coba deh kamu tengok perusahaan besar seperti Facebook, Google, Microsoft, Apple, dan masih banyak yang lain. Coba tebak. Yap, para founder berkolaborasi dengan co-founder untuk menciptakan penemuan hebat.
Banyak yang bilang, collaboration is the new competition. Setuju? Gimana? Bingung mau mulai cari teman kolaborasi dari mana? Coba tengok sekelilingmu. Yang jelas, jangan cari teman kolaborasi dalam dunia perjulidan ya! Kebiasaan dah! Hahaha. Bisa dengan teman-teman kamu yang hobinya sama. Hingga, mungkin saja teman kantor kamu.
Kalau kamu butuh platform untuk memperluas koneksi, ada banget social media kece namanya Linkedin. Coba, nikmat mana yang engkau dustakan! Hahaha.
Waduh, Linkedin. Aku minder.
BANYAK! Sering banget malah. Orang yang merasa “kurang,” tidak hebat, dan lain sebagainya. Sungguh. Untuk sekarang, linkedin merupakan platform yang paling efisien dalam mencari partner bisnis. Kamu bisa mencari orang-orang berdasarkan industri yang kamu minati, dan lain sebagainnya. Namun, untuk memulai semua itu pasti harus dimulai dari diri kamu sendiri. Yuk, mulai percaya kalau kamu BISA!
Oh, kamu masih ragu buat kolaborasi, ya? Padahal, kata orang, Collaboration is the new competition, loh!
Yuk cari tahu bersama, kenapa sih kolaborasi itu penting.
Menurut Natalie Nixon, President, Figure 8 Thinking, LLC, ada 5 alasan kenapa kolaborasi itu bakal bantu kamu untuk tumbuh. Apalagi di tengah kondisi “krisis” karena wabah ini.
a. Self-Awareness
Sebagai seorang individu, kamu perlu banget tau tentang pendapat orang lain yang berkaitan dengan hal baik & buruk dari dalam diri kamu. Kalau kamu merasa jago dalam membaca “karakter” baik & buruk seseorang, belum tentu kamu bisa membaca karakter dirimu dengan baik. Ehhh, kok ngangguk-ngangguk? Meng iya kan yaaa? Hahahahaha. Sama. Lol.
Dengan berkolaborasi, kamu juga secara tidak langsung membiarkan orang lain menilai karakter dari dirimu, organisasi, ataupun perusahaan kamu. Jangan saling baku hantam ya. Justru di kondisi sekarang adalah saat yang tepat untuk kamu berbenah diri.
Kenapa?
Dikala ekonomi melambat, revitalisasi internal perusahaan atau bahkan untuk diri kamu sendiri akan jauh lebih terfokus. Waduh, nanti kehilangan karakter “unik” dong. Gak bisa jadi “be yourself”. Ini yang salah kaprah. Kenapa kamu harus berpatokan dengan “just be yourself”? Kenapa tidak jadi “be the better version of you”? Yakan?
b. Scale
Dalam memecahkan suatu masalah, ada kalanya, bahkan sering kali akan jauh lebih efisien jika menggabungkan dua perspektif yang beda. Selain menjadi lebih efisien, ada satu keuntungan nih yang bisa kamu dapatkan. Menemukan pasar baru. Yap, ketika kamu memiliki suatu brand. Keputusan kolaborasi dengan brand lain itu bukan pilihan bodoh loh.
Namun, dengan satu catatan. Kamu perlu paham betul siapa yang akan kamu ajak berkolaborasi. Kekuatan bargaining power terhadap suatu kolaborasi itu juga yang akan menentukan imbas dari kolaborasi tersebut.
Banyak yang salah mengira jika kolaborasi itu berbahaya bagi suatu brand. Memang betul. Namun, jika salah perhitungan. Contoh yang paling “aman” yang sering kamu temui adalah kolaborasi non-related brand.
Maksudnya, brand yang berkolaborasi tidak memiliki “kompetisi” market yang sama. Brand kosmetik berkolaborasi dengan brand makanan misalnya. Namun, bukan berarti tidak ada kolaborasi antara related brand itu tidak ada ya. Kamu bisa menemukan campaign milik Mcdonald's dimana profit hasil penjualan big mac akan didonasikan, kompetitor ketat brand tersebut, Burger King, menghentikan penjualan item “saingan” dari big mac. Itu dilakukan, agar konsumen bisa berdonasi dengan membeli big mac.
Gimana? Seru ya?
c. Creative Abrasion
Apa pula itu? Sebenarnya, creative abrasion merupakan istilah yang dilontarkan oleh Jerry Hirsch yang pernah menjabat sebagai eksekutif designer dari perusahaan otomotif kenamaan dunia, Nissan. Menurutnya, abrasion atau abrasi atau “polesan” terjadi karena adanya friction atau gesekan. Tetapi, jangan kamu artikan negative loh ya! Kalau dari segi dasar asal mula penciptaan, friction atau gesekan itu bentuk dari suatu energi.
Nah, energi yang terwujud karena kolaborasi, kamu bisa “memperhalus” ide kreatif mu. Sehingga, hasil akhir dari kreativitas tanpa batas yang dibuat, akan jauh lebih bisa diterima dan tidak terlalu “mentah”.
Kenapa?
“Halus” karena sudah mengalami abrasi. Itu merupakan hasil akhir dari friction atau gesekan.
Sangat dalam ya maknanya. Hahahaha.
Intinya, dengan berkolaborasi, kamu bisa mewujudkan ide kreatif yang lebih keren, solutif, dan dapat diterima oleh masyarakat tanpa menghilangkan identitas dari ide tersebut.
d. Take the Long View
Kalau bicara perihal kolaborasi, kamu tidak bisa hanya berpikir tentang sukses atau tidaknya kolaborasi yang sedang berjalan. Namun juga perihal potensi kedepan bersama “partner kolaborasi”. Perlu diakui jika tidak semua proyek kolaborasi berjalan dengan baik. Tetapi, itu seharusnya tidak menjadikan satu-satunya acuan kamu untuk memutuskan hubungan dengan “partner kolaborasi” untuk kedepannya. Bukan begitu?
Ada kala, kolaborasi gagal karena waktu dan situasi yang kurang tepat. Sehingga, baik kamu maupun partner kolaborasi sebenarnya tidak saling merugikan. Hanya saja, waktu dan situasi yang kurang mendukung.
e. Belajar, Belajar, dan terus Belajar!
Percaya deh, kolaborasi adalah jalan pintas bagi kamu untuk belajar banyak hal dalam waktu sesingkat-singkatnya. Udah macam proklamasi gak tuh? Hahahaha. Tetapi, beneran. Mulai dari planning, hingga eksekusi bisa kamu lakukan dengan jauh lebih mudah. Selain itu, kamu juga bakal menemukan suatu hal baru yang bisa kamu ambil dan kamu implementasikan untuk proyek kolaborasi yang akan datang.
Tentu saja, kamu bukan cuma belajar tentang hal-hal teknis seperti product management, branding, marketing, dll. Tetapi juga, soft skill yang kamu miliki akan terasah agar lebih runcing. Misalnya, team management, time management, negotiation, dan masih banyak hal lain lagi. Gimana? Sudah yakin untuk lanjut berkolaborasi ya? Yuk ke tahap yang ke 2 setelah brainstorming.
2. Types of Collaboration
Setelah kamu melakukan brainstorming dengan partner yang kamu percaya, kamu tidak bisa tuh semata-mata langsung mengeksekusi hasil brainstorming.
Kenapa?
Hasil dari brainstorming itu masih abstrak. Belum terstruktur. Masih berupa ide mentah. Yang justru akan berbahaya jika dieksekusi tanpa pertimbangan matang.
Oleh sebab itu, cari tahu dulu, kira-kira tipe kolaborasi seperti apa yang dibutuhkan dan sesuai untuk memulai atau mengembangakan bisnis online milikmu. Ada 3 jenis kolaborasi yang bisa diadaptasi, nih!
a. Open Collaboration
Mungkin kamu lebih sering mendengar dengan istilah kolaborasi terbuka, ya? Misalnya, kini banyak startup yang mulai menggandeng KOL (Key Opinion Leader) atau yang sering kamu dengar dengan istilah “influencer” untuk berkolaborasi. Mulai dari Tokopedia, hingga KitaBisa.com.
Perusahaan startup yang kebanyakan adalah perusahaan bisnis online, mengharapkan atensi audience yang dimiliki oleh KOL untuk menggunakan aplikasi mereka, atau hanya sekadar memperkenalkan layanan mereka. Nah, untuk mekanisme pembagian keuntungan, biasanya perusahaan startup menawarkan program afiliasi. Dimana jika, ada audience dari KOL tersebut berhasil mendownload atau membeli barang melalui bisnis online mereka, KOL tersebut akan mendapatkan “bagi hasil” dari tiap barang yang terjual. Sehingga, baik perusahaan startup bisnis online, maupun KOL tidak ada yang dirugikan. Namun, masih sedikit perusahaan startup yang mengerti konsep ini. KOL justru menawarkan “angka” di awal tanpa memikirkan potensi kolaborasi berkelanjutan yang jauh lebih menjanjikan untuk kedua belah pihak.
b. Vertical Collaboration
Kolaborasi secara vertikal ini melibatkan pihak-pihak yang memiliki “pengaruh langsung” terhadap keberlangsungan perusahaan. Tujuan akhirnya adalah untuk mempengaruhi perusahaan lain agar bisa segera beradaptasi untuk mengikuti kondisi ekosistem bisnis yang selalu berubah. Misalnya, belanja online. Sepertinya, kamu pun mengamini contoh ini. Sebelum internet menjadi barang yang cukup mudah dijangkau oleh masyarakat, bisnis online merupakan aktivitas yang cukup mahal.
Tidak demikian dengan sekarang. Bahkan, banyak platform bisnis online gratis yang bisa kamu akses. Yang paling mudah kamu temui salah satunya adalah online marketplace. Bisa diakui jika kehadiran online marketplace menjadi langkah awal bagi banyak pengusaha untuk masuk kedunia bisnis online.
Dengan berkolaborasi dengan UKM-UKM, online marketplace telah berhasil memberikan kontribusi terhadap perubahan sistem jual beli di Indonesia. Yang akhirnya, menuntut banyak perusahaan untuk turut membuat layanan jual beli secara online. Baik bergabung dengan online marketplace yang sudah ada, atau bahkan membuat website e-commerce yang didedikasikan untuk perusahaan tersebut. Oh iya, sudah tahu kan perbedaan antara online marketplace dan e-commerce? Eheee.
c. Horizontal Collaboration
Berbeda dari kolaborasi secara vertikal, kolaborasi horizontal membutuhkan peran dari organisasi / perusahaan lain yang memiliki masalah / tantangan yang sama. Misalnya, Kolaborasi antara adidas dengan organisasi non-profit Parley. Siapa yang tidak tahu brand Adidas? Semua nya familiar ya? Hahahaha.
Tetapi, bagaimana dengan Parley? Kamu mengenalnya? Hmmm. Parley merupakan organisasi non-profit yang bergerak dibidang lingkungan. Khususnya laut. Nah, mungkin akhir-akhir ini kamu mendengar tentang gerakan zero plastic ya? Kolaborasi antara adidas dan Parley ini terbentuk untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahayanya sampah plastik bagi dunia bawah air / lautan.
Bagaimana?
Dari 3 tipe kolaborasi, kira-kira mana yang paling sesuai dengan kebutuhan kamu?
Mungkin sekarang kamu sedang bertanya-tanya.
Lalu, bagaimana dengan bisnis online? Apakah mungkin?
Jawabannya cukup mudah: mungkin banget!
Ibarat kata, berdonasi saja bisa dari usapan jari. Bukan begitu? Tinggal kamu yang memutuskan. Tujuan apa yang ingin kamu raih dengan bisnis online tersebut? Apakah murni karena uang? Atau ada hal lain yang ingin dicapai pula?
Percayalah, berjalan sendiri memang bisa membuatmu berlari kencang. Namun, dengan berkolaborasi bisa membawamu ketempat yang lebih jauh. Tinggal pilih. Hehehe.
3. Planning
Semuanya butuh rencana yang matang. Sekalipun kamu penganut agama “just do it”, tentu saja, untuk mengeksekusi “do” tersebut kamu harus paham betul apa yang sedang kamu lakukan. Atau setidaknya, kamu memiliki tujuan akhir. Bukan begitu?
Planning ini ibarat rumah adalah gambaran rancang bangunnya. Meskipun, dalam eksekusinya akan ada satu dua hal yang berbeda. Nah, bagaimana sih cara merancang sebuah kolaborasi?
Sebelum membuat planning kolaborasi, kamu juga perlu memastikan pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi juga ikut serta dalam merumuskan rancangan tersebut, ya! Dengan demikian, sebelum rencana / planning kolaborasi dieksekusi, kamu bisa mengenal lebih jauh tentang partnermu tersebut. Mulai dari cara pandang, hingga karakter seseorang atau bahkan karakter perusahaan partnermu tersebut.
a. Cari Tujuan Kolaborasi
Tujuan kolaborasi ini bermacam-macam. Ada yang murni sebagai pengembangan bisnis, ada juga yang mengandung pesan sosial yang tinggi. Tinggal bagaimana kamu mau mempersembahkan ini kepada masyarakat. Yang perlu digaris bawahi, tujuan kolaborasi harus jelas. Demikian juga dengan objektif yang harus terukur.
b. Jawab 5W + 1H Dengan Detail
Kamu masih ingat kan apa saja 5W + 1H? Kamu jangan terlalu pusing memikirkan planning hebat yang membuat banyak pihak berdecak kagum. Cukup jawab what, why, where, when, who, dan how dengan detail, kamu akan memiliki “pegangan” yang cukup untuk mengeksekusi program kolaborasi tersebut.
Ingat ya. Detail!
4. Eksekusi
Ada tiga elemen yang perlu kamu perhatikan ketika mengeksekusi program kolaborasi yang telah kamu rencanakan.
a. Bisnis
Tidak bisa dipungkiri, sebagian besar kolaborasi antar brand yang terbentuk dilatarbelakangi oleh kepentingan bisnis. Dan mungkin, kamu yang sedang membaca artikel ini pun memiliki latar belakang yang serupa, ya?
Meskipun dilatarbelakangi oleh kepentingan bisnis, kamu tidak boleh nih melupakan tujuan dari kolaborasi yang sedang dibangun. Terkadang, banyak kolaborasi yang gagal terlaksana hanya karena terlalu fokus pada kepentingan bisnis. Sehingga, tujuan dari kolaborasi tidak bisa tercapai.
Namun, kalau tujuan dari kolaborasi adalah murni bisnis, maka tidak ada yang salah untuk fokus pada kepentingan bisnis. Sayangnya, kepentingan bisnis dari pihak yang terlibat dalam kolaborasi itu bermacam-macam. Sulit rasanya untuk bisa menyenangkan semua pihak. Maka dari itu, banyak pihak yang “menyembunyikan” kepentingan bisnis mereka. Sehingga, kolaborasi dapat berjalan dengan baik.
b. Produk
Produk digunakan sebagai pengantar pesan kolaborasi yang ingin disampaikan terhadap konsumen. Misalnya, kolaborasi Adidas dengan Parley. Adidas memproduksi sepatu ramah lingkungan dengan bahan baku dari sampah jaring nelayan di laut. Pesan yang ingin disampaikan cukup jelas dan tegas. Selain reuse dan recycle, Adidas dan Parley ingin menyadarkan konsumen bahwa plastik itu buruk bagi lingkungan, khususnya laut.
Kalau bicara tentang bisnis online, mungkin kamu melihat banyak kolaborasi dari platform online marketplace macam Tokopedia, Lazada, Zalora, dan masih banyak lainnya. Lantas, kamu mungkin akan berpikir, “Wow, itu brand besar semua. Apa kabar usaha kecil kaya aku?”
Hayo, ingat rule pertama dalam kolaborasi. Tidak boleh minder. Apalagi jika kamu memutuskan untuk berkolaborasi untuk mewujudkan bisnis online masa kini. Semua pasti dimulai dari 0. Dari brand antah berantah, menjadi brand yang besar karena kolaborasi.
Tahun 2019 cukup ramai brand-brand kosmetik lokal yang mulai “berani” untuk membuat kolaborasi yang cukup unik. Bahkan, mulai dari skincare, hingga sepatu lokal banyak loh peminatnya. So, local power sih harusnya cukup kuat buat UKM kebanyakan. Yang perlu kamu lakukan adalah memastikan produk dalam kualitas yang terjaga. Sehingga, tidak ada lagi tuh kata-kata brand lokal kualitas abal-abal.
Misalnya, ketika kamu & partner kolaborasi memutuskan untuk membuat platform e-learning. Ditengah wabah COVID-19, online learning nampak sebagai solusi yang cukup efektif untuk memastikan masyarakat tetap bisa mendapatkan pendidikan yang terstandarisasi. Pasalnya, banyak sekali Software House yang mampu untuk membangun produk platform e-learning tersebut. Namun, sedikit Software House yang mampu membangun produk platform e-learning dengan standar keamanan data dan kualitas produk tingkat tinggi.
Biasanya, kamu dan partnermu akan mengukur suatu produk dari segi “biaya”. Sehingga, banyak orang yang salah jalan. Mengukur Software House dari mahal murahnya layanan mereka. Padahal itu salah, ukurlah Software House dari kemampuan mereka dalam membangun produk digital yang rigid.
Tentunya, ada harga ada rupa. Yang salah adalah, memasukan biaya pembuatan kedalam beban. Padahal, secara fungsi, biaya pembuatan platform e-learning bisa kamu masukan ke dalam investasi.
Nah, ketika kamu dan partner “salah” langkah untuk mewujudkan produk kolaborasi, bisa jadi pesan yang ingin kamu dan partner mu sampaikan tidak tersampaikan dengan baik. Lebih parahnya, produk yang “salah” ini akan menghambat langkah kolaborasi kamu kedepannya.
Wow, kamu & partner sudah memiliki ide untuk membuat platform bisnis online masa kini?
Coba yuk cek cara memilih Software House yang tepat agar ide tersebut dapat diimplementasikan dengan optimal. Hehehehe.
c. Branding
Terlepas dari produk yang sudah kamu miliki sebelum kolaborasi, kamu harus melakukan branding terhadap produk kolaborasi tersebut. Lihat saja Adidas, sekalipun mereka sudah memiliki branding yang jelas terhadap produk mereka, namun produk hasil kolaborasi dengan Parley juga mendapatkan branding tersendiri; ramah lingkungan.
Tujuannya adalah untuk melakukan diversifikasi “nilai” dari produk yang kamu tawarkan kepada konsumen. Dengan demikian, selain akan menarik konsumen setia produk yang sudah kamu miliki sebelumnya, kamu juga bisa menarik konsumen baru yang memiliki “nilai” yang sama dengan produk kolaborasi tersebut. Terciptalah konsumen baru.
5. Evaluasi
Jangan berhenti di eksekusi ya! Kamu perlu banget tahu bagaimana performa kolaborasi yang sudah dilakukan.
Fungsinya?
Tentu sebagai benchmark kolaborasi yang akan kamu lakukan dimasa yang akan datang. Apakah respon konsumen terhadap produk kolaborasi sudah cukup baik? Rugi / Untung? Apakah berhasil mencapai tujuan kolaborasi? Dan masih banyak hal yang bisa kamu ukur.
Oleh sebab itu, penting banget kamu untuk memiliki matrix untuk mengetahui tingkat keberhasilan kolaborasi. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan membuat google form. Mirip seperti ketika kamu sedang mengumpulkan data skripsi dengan survey. Hindari skala ganjil. Buatlah genap. Sehingga kamu bisa mengukur tendency / kecenderungan konsumen dengan lebih baik. Pasalnya, banyak konsumen yang mencoba bermain “aman” jika kamu memberikan opsi tengah-tengah. Hehehehe.
Kesimpulan Kolaborasi Bisnis Online Masa Kini
Sekarang adalah saat yang tepat bagi kamu untuk bangkit. Memang, dunia sedang sakit. Banyak pelaku usaha yang secara negatif terdampak akibat pandemi COVID-19. Namun, harusnya itu bukan menjadi alasan untuk tetap terpuruk bukan? Ini adalah saat yang tepat untuk berkolaborasi untuk membuat bisnis online masa kini.
Kenapa kolaborasi?
Dengan berkolaborasi, kamu akan jauh lebih mengenal dirimu sendiri. Apa saja kelebihan yang kamu miliki, begitu juga dengan kekurangan yang kamu punya. Tidak cuma sampai situ saja! Kolaborasi itu akan memperbesar peluang kamu untuk melebarkan sayap bisnis kamu. Menemukan pasar baru, hingga menjamah konsumen baru.
Dengan pemikiran kreatif yang terbentuk dari gesekan dua atau lebih perspektif yang berbeda, harusnya ide yang terbentuk akan jauh lebih halus dan “siap” untuk dipasarkan. Yang tidak lebih penting dari semua itu yaitu kesempatan kamu untuk belajar. Yap, ilmu begitu mahal, dan kolaborasi akan memberikan kamu banyak hal baru bagi bisnismu.
Wah, terlihat menjanjikan ya? Bagaimana sih tahapan kolaborasi?
Mulai dari brainstorming. Kamu akan menemukan begitu banyak pandangan baru terkait konsep atau bahkan produk yang ingin kamu & partner kamu wujudkan. Ketahuilah, ada tiga jenis kolaborasi yang bisa diadaptasi. Mulai dari open collaboration, vertical collaboration, hingga horizontal collaboration bisa kamu padu padankan sesuai dengan kebutuhan.
Kombinasi dari ketiganya? Kenapa tidak? Nah, sebelum mengeksekusi konsep hingga menciptakan produk kolaborasi, kamu perlu membuat plan / rencana terlebih dahulu. Dengan demikian, kamu memiliki “acuan” hal apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Setelah itu, barulah masuk pada tahap eksekusi. Ada tiga elemen yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini. Yang pertama adalah bisnis. Selain itu produk kolaborasi. Dan yang terakhir adalah branding.
Jika semua berjalan dengan baik, harusnya sih hasil kolaborasi ini akan memberikan dampak positif bagi yang terlibat. Sayangnya, itu saja tidak cukup. Kamu perlu melakukan evaluasi terhadap kolaborasi tersebut. Tujuannya adalah sebagai tolak ukur / benchmark terhadap kolaborasi yang akan kamu lakukan dimasa yang akan datang. Sehingga, jika ada kesalahan yang kamu lakukan, tidak akan terulang di proyek kolaborasi selanjutnya.
Nah, yang menjadi tantangan kolaborasi adalah dalam pemilihan vendor untuk memastikan kualitas produk kolaborasi dalam kondisi optimal. Misalnya saja, dalam kolaborasi membuat platform bisnis online untuk UKM, kamu memerlukan vendor Software House untuk memastikan produk yang dibangun dapat dipakai.
Masalahnya, tidak semua Software House memiliki kemampuan untuk membangun platform dengan keamanan dan kualitas produk yang baik. Kualitas produk digital seperti web app dan mobile app biasanya diukur dari sedikit banyaknya “bug” dalam sistem.
Kalau kamu penasaran tentang bagaimana cara memilih Software House terbaik, SoftwareSeni sudah menyiapkan artikel tentang itu. Selamat membaca dan selamat berkolaborasi!