Dunia digital telah secara nyata mengubah cara kamu bekerja. Jika membahas dunia digital yang sudah saling terhubung, internet merupakan elemen yang sangat krusial. Bahkan, menurut SHRM, internet telah berhasil meningkatkan produktivitas pegawai. Tentu hal ini merupakan berita baik bagi bisnis.
Namun, dunia digital dan internet tidak pernah berhenti berkembang. Kini, semua hal di dunia digital sudah ada digenggamanmu. Sebagian besar layanan bisa didapatkan melalui mobile app ataupun progressive web app (PWA).
Bagi pemilik bisnis, kamu pasti penasaran kan, kira-kira tren mobile app seperti apa yang sedang booming di 2021?
Nah, sebelum masuk lebih dalam perihal tren mobile app 2021, ada baiknya kamu tahu sedikit nih perihal betapa kompleksnya mobile app. Sehingga, ketika kamu berniat untuk menciptakan mobile app kece, kamu sudah siap dengan kompleksitas sistem yang akan kamu bangun.
Gimana?
Siap? Yuk lanjut.
Pada artikel ini, ada dua hal besar yang akan kamu dapatkan nih.
- Proses pembuatan mobile app
- Trend mobile app 2021
Terima kasihnya nanti saja, ya. Hahahaha. Sekarang, baca dulu sampai habis. Hehehehe.
Yuk mulai!
Proses Pembuatan Mobile App
Proses pembuatan mobile app itu tidaklah sederhana. Ada beberapa langkah yang harus dilewati, agar mobile app bisa dikatakan layak, dan aman untuk digunakan. Pasalnya, banyak nih Software House “nakal” yang sengaja mempercepat pembuatan mobile app agar bisa menekan harga. Sehingga, calon klien menilai harga yang ditawarkan sangat ekonomis. Padahal, dari segi teknologi, ada banyak celah, yang bahkan tidak aman bagi user yang menggunakan. Istilah teknis untuk hal ini adalah tech debt.
Oh iya, sedikit banyak biaya yang diperlukan dalam proses pembuatan mobile app adalah berkaitan dengan kompleksitas sistem mobile app dan lamanya waktu pengerjaan. Sehingga, kamu harus tahu benar, jika mobile app hebat, tidak mungkin hadir dalam hitungan hari.
Jadi, yuk pelajari beberapa proses pembuatan mobile app!
Fase 1
1. Specification Document
Dalam proses pembuatan mobile apps, baik tim developer maupun klien harus berada dengan persepsi yang sama. Oleh karena itu, project manager sangat dibutuhkan guna memperlancar proses komunikasi antara developer dan juga klien.
Sehingga, kebutuhan klien dapat terpenuhi, dan juga developer dapat dengan mudah menangkap maksud dan kebutuhan mobile app guna memenuhi ekspektasi dari klien. Isi dari specification document ini cukup banyak. Mulai dari flow mobile app, hingga detail fitur yang akan disematkan dalam mobile app.
Project manager perlu berhati-hati dalam membuat document ini. Pasalnya, setiap proses development akan mengacu pada document tersebut. Sehingga, baik klien dan developer akan sama-sama mengerti sistem apa dan teknologi apa yang akan digunakan.
Terlebih lagi, jika sistem mobile apps yang akan dibangun sangat kompleks, document ini akan sangat membantu sebagai “kitab” developer dan klien. Jadi, kelalaian akan detail development akan dengan mudah dihindari.
2. Wireframe
Nah, ketika specification document telah selesai dibuat oleh project manager & sudah disetujui oleh klien, kini masuk pada tahap pembuatan wireframe.
Apa itu wireframe dalam proses pembuatan mobile app?
Wireframe merupakan tahap dimana sebelum proses desain dimulai, desainer membentuk suatu pola elemen yang akan memiliki suatu fungsi, dan penampil informasi.
Ribet ya?
Secara gampangnya sih, sebelum graphic designer mulai mendesain mobile app, mereka perlu tahu kira-kira flow aplikasi akan seperti apa, dimana tombol CTA diletakkan, dimana tombol menu akan diletakan.
Dalam proses ini, ilmu mengenai user experience sudah mulai diterapkan. Tenang, kamu tidak perlu bekerja sendirian. Tim SoftwareSeni siap membantumu!
3. Mockup
Ketika flow mobile app, letak CTA dan tatanan menu serta konten mobile app sudah jelas, graphic designer mulai memahat dan melukis tiap-tiap bagian mobile app agar menjadi satu kesatuan. Desain yang koheren, antar muka yang mudah untuk digunakan, serta “berbeda” tentu akan meningkatkan kepuasan pengguna dalam menggunakan mobile app tersebut.
Nah, dalam menciptakan desain mockup itu tidak bisa sembarangan. Asal “cantik” maka sudah pasti bagus. Padahal, ada elemen user interface dan user experience yang harus secara harmonis diimplementasikan dalam desain. Jangan sampai, istilah “beauty over function” itu kejadian ya! Hehehehe.
Mockup mobile app bisa dibilang selesai, jika interface serta flow dari mobile app sudah terangkai dengan harmonis. Memang, fungsi-fungsi dalam aplikasi belum berfungsi. Namun, sudah bisa memberikan gambaran akan seperti apa aplikasi jika sudah bisa dijalankan. Nah, mockup ini biasanya “clickable” alias bisa kamu klik.
Oh iya, kamu harus membedakan, antara dashboard aplikasi (master admin), dengan dashboard mobile app. Kenapa? Itu karena keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Sehingga, mockup desain pun akan berbeda. Hehehe.
Fase 2
1. Development
Peran back-end dan front-end developer sangat krusial untuk memastikan fungsi aplikasi dalam mockup dapat berjalan dengan baik. Nah, proses membangun aplikasi dibagi menjadi dua bagian nih, server side & client side. Untuk bagian server side ini, seorang back-end developer harus membangun susunan informasi (berupa kode) untuk menciptakan jalan informasi antara aplikasi dengan server database.
Nah, untuk bagian client side ini, front-end harus bisa memastikan, jika informasi yang telah server berikan kepada aplikasi, dapat ditampilkan dan dapat dimengerti oleh user. Sehingga, flow informasi antara user dengan sistem server database tidak terputus. Kalau ada satu “kesalahan” saja, bisa menyebabkan bug.
Pada bagian inilah, tantangan pengembangan mobile app banyak bermunculan. Pasalnya, ini merupakan proses krusial dalam pengembangan mobile app. Butuh developer front-end & back-end yang handal agar bisa menjahit bagian-bagian program agar terangkai dan dapat berfungsi dengan optimal. Sehingga, penggunakan teknologi yang tepat dalam pembangunan mobile app itu sangat penting.
Kenapa?
Tingkat responsivitas aplikasi, hingga sedikit banyaknya database yang bisa ditampung oleh server mobile app akan sangat menentukan impresi pengguna. Namun, sayangnya masih jarang orang yang paham akan hal ini. Sehingga, mereka lebih memilih untuk menekan biaya produksi pengembangan aplikasi dibandingkan optimasi fungsi dari mobile app tersebut. Padahal, penerapan low-cost software development pada pengembangan mobile app itu berbahaya.
2. Quality Assurance (QA)
Salah satu cara menekan biaya produksi pengembangan adalah dengan melewatkan proses quality assurance dari pengembangan mobile app. Sehingga, jika mendapatkan penawaran “miring” dalam membangun mobile app, kamu perlu menanyakan akan keamanan mobile app. Baik dari segi data hingga konstruksi dari mobile app tersebut. Harusnya, jika sudah memiliki specification document terkait pengembangan mobile app, tahapan quality assurance sudah dengan jelas tercantum perihal mekanismenya.
Nah, ketika developer sudah berhasil membangun mobile app, kini saatnya tim QA mulai mencari celah sistem. Oh iya! Kamu perlu mengingat bahwa tidak ada sistem yang sempurna. Namun, kamu bisa memperkecil lubang dalam sistem. Semakin kecil celah, semakin baik. Ini pula yang akan membedakan “harga” dari mobile app yang akan kamu ciptakan.
Jika tim QA menemukan bug dalam sistem, maka tim developer harus segera melakukan “debug” untuk memperbaiki celah tersebut. Nah, ketika celah dalam sistem sudah menyentuh level yang bisa ditoleransi, atau bisa dikatakan layak rilis, maka mobile app baru bisa diuji publik.
3. Live
Ketika semua fungsi dalam mobile app sudah berjalan dengan optimal, serta celah dalam sistem sudah “aman” maka mobile app siap untuk dirilis ke pasar. Nah, pekerjaan tim Software House belum berhenti ya. Ketika mobile app sudah bisa digunakan oleh puluhan, ratusan, hingga ribuan user dalam waktu yang bersamaan, terkadang akan terjadi perlambatan sistem dalam bekerja. Ini wajar, namun bukan berarti kabar baik, ya! Tim developer bersama dengan tim devops harus bisa dengan sigap mengelola traffic dalam sistem untuk mencegah insiden server “down”.
Jika semua lancar tanpa hambatan yang berarti, kamu sudah bisa memulai bisnis digital menggunakan mobile app yang sudah berhasil dibangun!
Eits…. Tunggu dulu, hihihihihi. Ada beberapa pertanyaan yang harus kamu jawab:
- Apakah kamu sudah memiliki tim support untuk memastikan operasional mobile app berjalan dengan baik tiap harinya?
- Apakah kamu sudah memiliki tim developer untuk melakukan perubahan atau penambahan fitur pada mobile app?
Jika kedua pertanyaan jawabannya adalah belum, maka kamu butuh fase 3, untuk memastikan kelangsungan hidup mobile app yang sudah kamu bangun bisa tetap terjaga.
Fase 3
Pengembangan mobile app itu tidak terhenti sampai proses pembuatan dari nol hingga rilis ke pasar saja loh. Pengembangan terhadap fitur dan fungsi dalam website harus terus berjalan secara berkesinambungan.
Alasannya?
Kebutuhan & preferensi konsumen selalu berubah. Ketika mobile app yang kamu tawarkan sudah tidak lagi relevan terhadap kebutuhan pasar, maka besar kemungkinan mobile app tersebut akan ditinggalkan. Ditambah lagi, jika secara tiba-tiba, pengguna mobile app meningkat secara drastis. Biasanya, server akan merespon dengan terbata-bata. Sehingga, butuh nih, bantuan tim devops untuk memastikan server tetap bisa terjaga, dan lalu lintas aplikasi dapat berjalan dengan lancar.
Oleh sebab itu, ada beberapa tambahan yang perlu kamu pertimbangkan ketika membuat mobile app.
1. Support
Support ini merupakan fase dimana system administrator dan devops akan membantumu dalam mengontrol lalu lintas sistem mobile app tetap terjaga dengan baik. Maksudnya apa? Mobile app merupakan “media” dalam sistem distribusi informasi antara server database dan juga user. Nah, lalu lintas antara user → mobile app → server harus dijaga agar tidak terputus.
Jika salah satu rantai sistem terputus, maka akan terjadi eror pada distribusi informasi dalam sistem. Sehingga, peran tim devops cukup krusial untuk menjaga kesinambungan sistem mobile app.
2. Feature adjustment
Ketika pengguna mobile app mulai ramai, akan ada begitu banyak data perihal aktivitas user dalam aplikasi. Kamu bisa tahu, fitur mana saja yang paling sering digunakan, dan fitur mana saja yang paling jarang digunakan. Dengan pemanfaatan teknologi big data untuk melakukan analisis terhadap preferensi user, kamu bisa mendapatkan hasil preferensi user yang cukup presisi. Sehingga, hasil analisis tersebut dapat kamu jadikan referensi ketika memutuskan untuk mengembangkan fitur dalam mobile app.
Nah, jika kamu belum sanggup mengembangkanya secara in house, maka bekerja sama dengan perusahaan IT outsourcing a.k.a software house adalah pilihan yang terbaik. Apalagi jika kamu sudah membangun mobile app tersebut secara outsource bersama Software House. Kamu dapat fokus terhadap perkembangan bisnis.
Sudah siap membangun mobile app?
Lanjutkan membaca untuk tahu, kira-kira tren Mobile App 2021 akan seperti apa.
Tren Mobile App 2021
Perubahan perilaku dan preferensi konsumen online sering terjadi di dunia digital. Kini, banyak perusahaan yang berlomba-lomba membuat mobile app. Namun sayang, banyak dari mereka tidak mengerti bahwa ada beberapa komponen yang penting dan perlu diperhatikan ketika memutuskan untuk membuat mobile app.
Akibatnya, selain user yang dibuat “pusing” dengan antarmuka aplikasi yang kurang user-friendly, banyak juga fungsi yang tidak bisa bekerja secara optimal. Kalau sudah begitu, istilah technical debt tidak bisa dihindari. Nah, untuk menghindari hal tersebut, ada 4 komponen mobile app yang perlu kamu perhatikan di tahun 2021.
Yuk mulai dari yang pertama!
1. UI/UX
SoftwareSeni pernah membahas pentingnya user experience dalam website. Namun, kali ini berbeda. Mobile app dan web app memiliki cara berbeda untuk meningkatkan konversi dalam aplikasi.
Apa itu konversi?
Konversi merupakan istilah dari seberapa banyaknya user yang berhasil mencapai tujuan aplikasi. Misalnya nih, pada mobile app online marketplace. Tujuan dari aplikasi tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah agar user bisa berbelanja online dalam aplikasi tersebut. Nah, angka banyaknya user yang berhasil berbelanja pada aplikasi tersebut bisa disebut dengan konversi.
UI/UX memiliki peranan besar terhadap konversi dalam mobile app. Jika mobile app tidak cukup friendly untuk digunakan, fiturnya membingungkan, dan bahkan tujuan dari aplikasi itu tidak jelas.
Dalam proses mobile app development, UI/UX masuk ke dalam fase 1: Wireframe & mockup. UI/UX designer akan memastikan antarmuka mudah untuk digunakan dan “unik” / berbeda. Intinya adalah bagaimana membuat desain yang bisa “membimbing” user untuk melakukan konversi dalam aplikasi. Inilah yang menjadi tantangan.
Tren UI/UX pada mobile app tidak terlepas dari pengaruh perkembangan perangkat smartphone. Mulai dari aspect ratio layar yang berubah, hingga perkembangan fitur dari smartphone juga sangat berperan terhadap perubahan tren UI/UX dari masa ke masa.
Nah, lihatlah beberapa contoh tren UI/UX 2021 pada mobile app di bawah (sumber: mindinventory):
a. Rounded corner
Sebagian besar smartphone keluaran tahun 2021 memiliki sudut layar yang membulat. Tren smartphone ini turut mendorong perubahan terhadap UI/UX pada mobile app. Mungkin, smartphone kamu sekarang sudah mengimplementasikan layar kekinian tersebut, ya. Hehehehe.
b. Interaksi dengan suara (voice recognition)
Audio telah berhasil menjadi bintang baru di tahun 2021. Betapa tidak, setelah pandemi datang, contactless semakin gencar disosialisasikan. Dengan demikian, mobile app harus bisa disesuaikan dengan kondisi sekarang. Sehingga, tahun 2021 dinilai akan semakin banyak mobile app yang fungsi di dalam nya bisa dioperasikan via suara. Baru-baru ini (Juni 2021), Twitter baru saja meluncurkan fitur suara, dimana kamu bisa mengirimkan pesan suara sebagai tweet. Sudah mulai terlihat tren nya bukan? Hehehe.
c. Dark mode
Ini bakal jadi tren baru nih di 2021. Pasalnya, banyak nih platform-platform besar seperti Instagram, hingga Twitter telah memberikan opsi tampilan dark mode kepada user. Dilihat dari fungsionalitas, dark mode dinilai dapat menghemat baterai lebih baik. Pasalnya, energi yang digunakan akan jauh lebih rendah. Jika kamu merasa kesulitan untuk menciptakan mockup mobile app dengan UI/UX terkini, tidak ada salahnya kamu datang ke SoftwareSeni dan meminta bantuan fase 1 (specification document, wireframe, dan mockup) sebelum masuk tahap development. Gimana? Hehehe.
2. Copywriting
Hayo, ada yang tahu copywriting itu apa? Copywriting merupakan cara menjual lewat kata. Selain memiliki UI/UX yang ciamik, kata-kata dalam mobile app juga harus mengundang konversi. Nah, ini skill yang tidak mudah. Ibarat kata, kamu “menjual” lewat kata-kata. Misalnya, pada tombol CTA, copy / keterangan harus menerangkan aksi contohnya, download, try, buy, dll.
Yang jelas, clickbait yang sifatnya misleading dalam copywriting itu dilarang ya! Hahahaha.
Apa itu misleading?
Misalnya begini nih, CTA tertulis kata download. Namun, yang terjadi ketika kamu click bukanlah download file yang kamu inginkan, melainkan masuk ke dalam website lain. Hayoo, pernah merasakan hal itu tidak? Hehehehe.
Copywriting itu susah-susah gampang. Yang jelas, susunan kata-kata yang dibentuk itu sesuai dengan fungsi fitur dan tombol. Untuk memiliki copywriting yang bisa mendorong konversi dalam aplikasi itu tidak mudah. Sehingga, perlu banget melakukan brainstorming untuk memastikan copy yang diimplementasikan dapat berfungsi dengan optimal.
3. Technology
Nah, ini adalah bagian yang paling kompleks. Kenapa? Teknologi yang bisa digunakan oleh developer dalam membangun mobile app itu sangat beragam. Begitu pula dengan pros & cons nya. Yang jelas, technology yang digunakan dalam membangun mobile app harus bisa memenuhi kebutuhanmu. Mulai dari server database yang akan digunakan, framework yang akan digunakan, hingga teknologi antarmuka yang akan dikembangkan. Semuanya harus dipikirkan benar-benar.
Nah, karena kompleksitas inilah, SoftwareSeni merekomendasikan untuk membuat specification document yang jelas terhadap mobile app yang akan dibangun. Dengan bantuan Software Architect yang SoftwareSeni miliki, kamu akan terbantu dalam memilih teknologi yang reliabel untuk mobile app yang akan dibangun.
Banyak orang yang menganggap remeh perihal specification document ini. Padahal, document ini yang akan membantu fase development mobile app kedepannya.
Nah, ada beberapa technology yang bisa kamu gunakan dalam membangun mobile app:
- Server database: Amazon, Google, Alibaba
- Mockup: Figma, Adobe XD
- Framework Back-end: Laravel, Node
- Front-end: React.Js, Flutter
Jadi gimana?
Bingung mau pilih teknologi mana yang paling reliabel untuk mobile app kamu?
Konsultasikan saja kebutuhan mobile app kamu ke tim SoftwareSeni! Gratis! Hehehehe.
4. Development
Peningkatan permintaan pasar akan layanan mobile app meningkat cukup significant. Apalagi, setelah pandemi COVID-19 melanda dunia. Semua perusahaan dipaksa untuk Go Digital. Namun sayang, tenaga ahli IT dan developer itu sangat terbatas. Sehingga, perlu effort lebih untuk melakukan rekrutmen guna membangun mobile app impian. Tentunya, setiap masalah harus ada solusinya.
Nah, tahukah kamu jika perusahaan IT outsourcing a.k.a software house merupakan cara terbaik untuk melakukan development mobile app?
Eits, tentu saja tidak sembarang software house ya! Hehehehe. Ada 4 kriteria yang bisa kamu gunakan untuk memilih software house terbaik & reliabel. Untuk lengkapnya, SoftwareSeni sudah menyiapkan artikel lengkap dengan audio tentang cara memilih software house yang tepat. Tidak sampai di situ. Banyak perusahaan IT besar, justru memulai pengembangan produk mobile app melalui sistem outsourcing ini.
Hmmmm. Kira-kira apa yang membuat skema outsourcing adalah pilihan yang cukup menggiurkan bagi para pelaku bisnis?
Ada beberapa alasan sih. Namun, yang menjadi highlight adalah fokus. Yap. Semua orang tahu, membuat perusahaan startup tidaklah mudah. Banyak sekali hal yang harus dikerjakan. Mulai dari strategi bisnis, hingga produksi produk digital. Oleh karena itu, banyak founder perusahaan startup yang memilih bekerja sama dengan software house untuk membangun sistem, software, hingga mobile app mereka. Sehingga, para founder dapat fokus terhadap perkembangan bisnis, sembari menunggu optimasi produk yang telah diserahkan kepada software house.
Meskipun demikian, ada hal negatif dan positif yang perlu kamu pertimbangkan, ketika memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan IT outsourcing atau software house.
Apa saja? Simak artikel SoftwareSeni yang sudah secara rinci apa saja hal yang perlu kamu perhatikan ketika melakukan development secara insourcing atau outsourcing.
Kesimpulan
Ada beberapa fase pengembangan dalam proses pembuatan mobile app. Fase 1 terdiri dari pembuatan specification document, wireframe mobile app, hingga mockup mobile app. Nah, specification document itu meliputi flow mobile app, hingga detail technology yang akan digunakan dalam pembangunan mobile app.
Specification document ini sangatlah penting sebagai referensi perusahaan IT outsourcing atau software house untuk memastikan semua proses development dapat berjalan dengan optimal & mampu memenuhi kebutuhan mobile app tersebut.
Fase 2 terdiri dari development, QA (quality assurance), & live. Nah, tahap ini sangatlah krusial dalam proses pembuatan mobile app. Pasalnya, mulai dari server, hingga user, informasi harus bisa berjalan dengan lancar. Jika tidak, bug akan terjadi. Nah, tim quality assurance lah yang akan melakukan pengecekan terkait kelayakan mobile app. Jika tim QA menemukan ada bug dalam sistem, maka developer akan melakukan proses debugging. Jika dirasa mobile app sudah memenuhi standard, maka aplikasi sudah siap dirilis ke publik.
Eits, belum selesai. Ada fase 3 yang terdiri dari support & feature adjustment. Pengembangan mobile app itu tidak berhenti sampai pada tahap rilis saja. Server dan lalu lintas sistem mobile app juga harus dipantau. Bagaimana jika tiba-tiba server down, atau mungkin kapasitas kerja melebihi kapasitas database. Semuanya harus dalam pengawasan agar mobile app bisa tetap berjalan secara optimal.
Nah, selain itu, ada beberapa tren mobile app 2021 yang bisa kamu pertimbangkan nih. Kenapa? Preferensi konsumen itu berubah sepanjang waktu. Jika mobile app dirasa tidak bisa memenuhi ekspektasi konsumen, tentu akan ditinggalkan.
Ada 4 hal yang perlu kamu perhatikan ketika memutuskan membuat mobile app. Yang pertama adalah UI/UX. Impresi pertama pengguna itu sangat penting. Sehingga, kesalahan fatal jika kamu meremehkan bagian ini. Yang kedua adalah copywriting. Pastikan kata-kata dalam mobile app sifatnya mendukung untuk terjadi konversi dalam aplikasi. Jelaskan fungsi mobile app dengan jelas. Hindari copy yang sifatnya misleading. Ketiga adalah technology. Ini yang menjadi tricky. Namun, kamu jangan khawatir, tanyakan saja masalah ini kepada tim IT ahli SoftwareSeni. Dan yang terakhir adalah development. Hayoooo pilih insourcing atau outsourcing nih? Yang jelas, semua ada pros & cons nya.
Jadi gimana? Sudah siap membangun mobile app? Sudah punya specification document? Kalau masih bingung, konsultasikan saja pembuatan app tersebut kepada SoftwareSeni!